Hampir setahun berkarier di negeri tetangga, Henny mengalami perbedaan kondisi olahraga di Singapura dengan Tanah Air. "Kalau di Indonesia, pelatih sama ofisial lain mereka tidak terlalu terbuka satu sama lain. Jadi ada kejadian temen aku (ofisial) di salah satu cabor, sudah berkontribusi untuk persiapan Asian Games 2018, saat di akhir tidak diperjuangkan untuk masuk ke Tim Indonesia," tutur Henny.
"(Kalau) di Singapura, diperjuangkan. Setiap ofisial benar-benar diperjuangkan, mereka menghargai kerja keras semua ofisial dan bekerja bersama-sama, tidak memandang pelatih atau asisten pelatih," katanya menambahkan.
Berkelana di negeri tetangga tidak membuat Henny lupa dengan Indonesia. Kalau ada tawaran masuk untuk memulangkannya, Henny pun bersedia. "Mau sekali. Tidak harus di cabor pencak silat. Tawaran sih ada, tapi ada kendala. Aku tidak suka dengan sistem Pengurus Besar (PB Olahraga)," imbuhnya.
Risiko paling besar menjadi ofisial pada cabor negara lain adalah jauh dari keluarga. Henny pun hanya punya waktu tiga hari untuk pulang ke Indonesia. Sisanya, dihabiskan bekerja di Singapura.
"Aku setiap bulan pasti pulang ke Indonesia, tapi paling lama tiga hari karena jatah liburnya seperti itu. Kalau aku rindu dengan keluarga, caranya aku video call saja. Toh, keluarga pun sudah mengerti," kata Henny.
"Waktu tiga hari itu pun aku habiskan untuk mengurus kuliah dan bertemu teman-teman," tuturnya.
from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2MGMOBq
No comments:
Post a Comment