Liputan6.com, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) harus berkonsultasi dengan pusat sebelum menutup kawasan Taman Nasional Komodo selama satu tahun untuk wisatawan. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat beralasan, penutupan Taman Nasional Komodo untuk menambah jumlah populasi komodo dan juga rusa.
"Pemerintah daerah harus konsul dan harus di dalam koridor urusan yang ditangani oleh Dirjen Konservasi," kata Siti di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Siti menekankan, untuk melakukan perbaikan tata kelola konservasi di Taman Nasional Komodo, sejumlah pihak harus dilibatkan, seperti Pemerintah Provinsi NTT, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.
Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 28 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, mengamanatkan pengelolaan taman nasional kepada balai besar atau balai setingkat Eselon II atau III di bawah Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Demikian juga amanat dalam Perpres Nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.7/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
"Urusan tentang konservasi berdasarkan UU Kehutanan, UU Konservasi, UU Pemda dan Peraturan Pemerintah tentang pembagian urusan, itu konservasi itu urusan pemerintah pusat," kata Siti.
Dia menjelaskan, penutupan suatu taman nasional dimungkinkan dengan pertimbangan ilmiah atau atas kondisi khusus, misalnya terjadi erupsi gunung berapi dan kondisi cuaca ekstrem sehingga pendakian ditutup sementara. Seperti yang terjadi di Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasionaal Gunung Merapi, dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Siti menambahkan, dia sudah meminta Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK untuk mengumpulkan seluruh informasi di lapangan mengenai alasan mendasar rencana penutupan Taman Nasional Komodo. Setelah mendapatkan data-data, pihaknya langsung melakukan kajian mendalam.
"Segera setelah data dikumpulkan, pemda provinsi NTT kita undang dan kita carikan jalan keluarnya, yang penting sasaran pemdanya kita capai," kata Siti.
Rencana Penutupan
Taman Nasional Komodo akan ditutup Pemerintah Nusa Tenggara Timur dari kunjungan wisatawan selama satu tahun. Penutupan dilakukan sebagai upaya meningkatkan jumlah populasi komodo dan juga rusa yang menjadi makanan utama hewan langka tersebut.
"Pemerintah NTT akan melakukan penataan terhadap kawasan Taman Nasional Komodo agar menjadi lebih baik, sehingga habitat komodo menjadi lebih berkembang. Kami akan menutup Taman Nasional Komodo selama satu tahun," kata Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat di Kupang, seperti dikutip dari Antara, Minggu 20 Januari 2019.
Namun, ia tidak menjelaskan kapan waktu penutupan kawasan Taman Nasional Komodo mulai diberlakukan. Viktor menegaskan, penutupan Taman Nasional Komodo guna mempermudah pemerintah daerah menata kawasan wisata itu.
Kondisi habitat komodo di Kabupaten Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores itu, ungkapnya, sudah semakin berkurang. Kondisi tubuh komodo yang kecil juga merupakan dampak dari berkurangnya rusa yang menjadi makanan utama komodo.
"Kondisi tubuh komodo tidak sebesar dulu lagi, karena populasi rusa sebagai makanan utama komodo terus berkurang karena maraknya pencurian rusa di kawasan itu," tegas Viktor.
Dia merasa khawatir apabila rusa semakin berkurang, maka tidak menutup kemungkinan komodo akan saling memangsa untuk mempertahankan hidup.
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
No comments:
Post a Comment