Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akhirnya merilis penjelasan terkait laporan keuangan 2018 yang menuai polemik. Hal ini setelah dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk keberatan teken laporan tahunan 2018.
Salah satunya keberatan itu mengenai perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi pada 2018 sehingga PT Garuda Indonesia Tbk mencatatkan laba.
Penjelasan Garuda Indonesia itu dipaparkan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Mei 2019 usai perseroan melakukan dengar pendapatan dengan manajemen BEI pada 30 April 2019.
Dalam keterbukaan informasi tersebut terdapat jawaban PT Garuda Indonesia Tbk atas tanggapan surat dari BEI Nomor S-02384/BEO.PP2/05-2019. Demikian mengutip keterbukaan informasi BEI, Senin (6/5/2019).
Dari 10 pertanyaan tersebut, BEI menanyakan mengenai penunjukan Mahata sebagai penyedia jasa, proses pemilihan vendor dan rekanan yang dilakukan perseroan, dan nature perjanjian kerja sama dengan PT Mahata Aeroo Teknologi.
Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk memaparkan mengenai alasan penunjukan Mahata sebagai penyedia jasa padahal pada saat kontrak Mahata baru didirikan sekitar 11 bulan dan belum terlihat reputasi dalam bisnis penerbangan.
Garuda Indonesia menjelaskan, kalau Mahata merupakan perusahaan rintisan telah memiliki kontrak kerja sama dengan Lufthansa System, Luftansa Tecnic dan Inmarsat.
Perusahaan tersebut adalah perusahaan internasional yang memiliki proses KYC dan due diligence tersendiri sehingga memutuskan untuk berpartner dengan Mahata. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Citilink dalam proses pemilihan partner kerja sama.
"Selain itu, Mahata merupakan perusahaan startup yang didukung oleh parent company global mahata group yang memiliki 10 ribu karyawan dengan cakupan bisnis, pertambangan timah, inflight connectivity, dan tenaga keamanan. Nilai bisnis global Mahata group secara total USD 640,5 juta," tulis manajemen Garuda Indonesia dalam keterbukaan informasi BEI.
BEI juga menanyakan mengenai proses pemilihan vendor atau rekanan yang dilakukan perseroan. PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan kalau perseroan senantiasa menerapkan aspek tata kelola perusahaan yang baik. Berkenaan dengan transaksi Mahata, perseroan dalam transaksi ini bertindak sebagai mitra kerja sama dan bukan sebagai pihak pencari mitra.
"Sehingga proses pemilihan vendor atau rekanan mengikuti aturan pencari mitra. Perseroan telah melakukan kajian feasibility study sebelum menjadi mitra. Berdasarkan kajian itu, perseroan layak untuk menjadi mitra kerja sama karena tidak perlu mengeluarkan biaya investasi dan mendapatkan added value peningkatan layanan kepada pelanggan dengan ada in-flight connectivity tidak berbayar," tulis manajemen Garuda Indonesia.
Perseroan juga menyatakan kalau pada saat perjanjian ditandatangani telah menyerahkan hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan layanan in-flight entertainment kepada Mahata.
Perseroan telah menikmati layanan wifi di pesawat pada pesawat terhubung sejak Desember 2018 yaitu di satu pesawat di pesawat Citilink.
Tahapan pemasangan sampai dengan pengoperasian connectivity and wifi pada pesawat pertama untuk satu tipe pesawat diperkirakan memerlukan waktu lebih kurang selama enam bulan. Hal itu untuk menyelesaikan evaluasi data teknis pesawat, persiapan software document dan service bulletin (SB) document, proses sertifikasi (STC approval oleh EASA, FAA dan DGGA).
Kemudian penyiapan material kit dan komponen-kompnen, pelaksanaan pemasangan peralatan pada pesawat pertama, STC validation oleh authority DGCA, dan aircraft return to service (RTS).
from Berita Terkini, Kabar Terbaru Hari Ini Indonesia dan Dunia - Liputan6.com http://bit.ly/2V4Zhyd
No comments:
Post a Comment