Liputan6.com, Jakarta Meski mendapat protes dari sejumlah kalangan, eksekusi mati jilid ketiga terhadap sejumlah terpidana mati tetap dilakukan oleh pemerintah.
Tepat hari ini, tiga tahun yang lalu (2016), empat terpidana mati dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Jumat 29 Juli 2016 dini hari. Mereka adalah Freddy Budiman, Michael Titus Igweh (Nigeria), Humprey Ejike (Nigeria), dan Gajetan Acena Seck Osmane (Afrika Selatan).
Berdasarkan data yang dihimpun Liputan6.com, eksekusi mati empat gembong narkoba dimulai Kamis 28 Juli pukul 23.30 WIB dengan mengumpulkan mereka ke lapangan tembak di posko Pulau Nusakambangan.
Kemudian pada pukul 00.30 WIB, Koordinator Lapas Se-Nusakambangan Abdul Aris mengungkap, eksekusi mati masih berlangsung di tengah guyuran hujan dan sambaran petir. Saat itu baru 3 terpidana yang dieksekusi mati. Lalu, pada pukul 00.45 WIB, eksekusi empat terpidana rampung dilakukan.
Dan sekitar pukul 02.00 WIB, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmat membeberkan alasan pihaknya hanya mengeksekusi mati empat terpidana.
"Sementara ini baru empat, sisanya bertahap," kata Noor Rachmad di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat 29 Juli 2019 dini hari. Dia didampingi Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono.
Malam itu, eksekusi mati hanya dilakukan pada empat terpidana. Sementara 10 nama sisanya yang semula masuk daftar, urung dieksekusi.
Mereka yang lolos adalah Merry Utami, Zulfiqar Ali, Gurdip Singh, Onkonkwo Nonso Kingsley, Abina Nwajaen, Osiaz Sibamdi, Eugene Ape, Cajetan Uchena, Agus Hadi, dan Pujo Lestari.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, Kejagung memang pernah menyampaikan informasi kemungkinan jumlah terpidana kasus narkoba yang akan dieksekusi mati, yaitu 14 orang. Kalimat kemungkinan itu hasil pembelajaran pada pengalaman eksekusi mati jilid II.
"Pada detik-detik eksekusi mati tahap kedua, jelang eksekusi, harus ada yang ditangguhkan, Mary Jane Veloso dari Filipina. Pada detik terakhir ada pemintaan dari pemerintahnya untuk ditangguhkan karena dia masih dibutuhkan saksi kasus trafficking. Sekali lagi, belajar dari situ, kemungkinan yang dieksekusi 14 orang," kata Prasetyo dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jumat 29 Juli 2019.
Dan ternyata, Prasetyo melanjutkan, menjelang eksekusi mati, jaksa agung muda pidana umum (jampidum) yang berada di Nusakambangan melaporkan hasil pembahasan bersama dengan unsur terkait di daerah dan konsulat luar negeri, bahwa dari hasil pengkajian, hanya empat orang yang dieksekusi mati. Hal tersebut berdasarkan dari bobot perbuatan mereka.
Dia mengatakan, selaku Jaksa Agung menerima apa yang diputuskan tim di lapangan dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil.
"Pelaksanaan eksekusi mati untuk lain akan kita tentukan kemudian pada saat yang tepat nanti," kata Prasetyo.
Alasan Freddy Budiman Tetap Dieksekusi
Terkait eksekusi Freddy Budiman, Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku punya alasan khusus. Tidak jera adalah salah satu alasannya.
"Freddy Budiman, saya rasa kita semua tahu persis tokoh yang satu ini," kata Prasetyo.
Freddy, lanjut dia, merupakan terpidana mati kasus narkotika yang tertangkap ketika menyelundupkan 1.412.476 butir ekstasi ke Indonesia dari China.
Dia ditangkap meski masih mendekam di LP Cipinang pada 30 Juni 2012 atas kasus ini. Freddy sendiri dipenjara di LP Cipinang sejak 1997 atas kasus pengedaran narkoba.
"Meski sudah divonis pidana mati tapi, meski dari balik penjara, yang bersangkutan pernah tertangkap kembali memproduksi narkoba dalam penjara di Cipinang. Beberapa kali tertangkap tangan jaringannya saat mengedarkan narkoba. Bukti keterlibatan atas jaringannya pun kuat dan barang bukti cukup banyak," ujar Prasetyo.
Selain itu, pengajuan peninjauan kembali (PK) Freddy Budiman sudah ditolak Mahkamah Agung.
"Tepat pada Hari Adhyaksa kemarin, MA sudah menolak upaya hukum PK yang bersangkutan," lanjut Prasetyo.
Menurut dia, Freddy memang baru mengajukan satu PK. Namun, kepada jaksa, Freddy menyatakan sudah siap dieksekusi mati.
.
No comments:
Post a Comment