Liputan6.com, Jakarta - Harga emas turun hampir 1 persen pada perdagangan Senin karena adanya optimisme dari pelaku pasar seputar kesepakatan dagang yang dibuat oleh Amerika Serikat (AS) dengan China. Kesepakatan tersebut membuat pelaku pasar memburu aset berrisiko dan meninggalkan emas.
Sedangkan harga paladium melonjak pada perdagangan Senin dan mencapai level USD 1.800 per ounce untuk pertama kalinya karena terdorong kurangnya pasokan.
Mengutip CNBC, Selasa (29/10/2019), harga paladium naik 2,1 persen ke level USD 1.799 per ounce setelah sebelumnya sempat menyentuh rekor tertinggi di USD 1.804,08 per punce.
Harga logam mulia ini naik hampir 43 persen sepanjang pekan ini.
Sementara harga emas turun 0,8 persen menjadi USD 1.492,43 per ounce di pasar spot. Untuk di pasar berjangka turun 0,7 persen menjadi USD 1.494 ,90 per ounce.
Tai Wong, kepala perdagangan derivatif logam mulia BMO mengatakan harga paladium sentuh rekor tertinggi karena berkurangnya pasokan. "Paladium bisa menyentuh level USD 2.000 per ounce di tahun depan.
Berdasarkan SUrvei Reuters, kekurangan pasokan akan membuat paladium harganya lebih mahal dari platinum tahun depan.
Sedangkan untuk harga emas tertekan karena pelaku pasar mulai mengurangi koleksinya dan berpindah ke saham.
"Orang-orang keluar dari perdagangan safe-haven seperti emas dan masuk ke ekuitas," kata Phillip Streible, analis komoditas senior di RJO Futures.
Presiden AS Donald Trump mengatakan dia berharap untuk menandatangani bagian penting dari perjanjian perdagangan dengan China lebih cepat dari jadwal setelah para pejabat dari kedua negara mengkonfirmasi bahwa mereka hampir menyelesaikan bagian dari perjanjian pada hari Jumat.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Harga Emas Bisa Tembus USD 1.500 per Ounce Dipicu Sentimen The Fed
Bank sentral Amerika Serikat (the Fed) diprediksi akan kembali memangkas suku bunga acuan dalam pertemuan kebijakan moneter pada 29-30 Oktober 2019. Sentimen ini menjadi katalis positif pada kenaikan harga emas.
Pada pekan ini, harga emas diperkirakan akan diperdagangkan di atas level USD 1.500 per troy ounce. Sedangkan sepanjang pekan lalu, harga emas sempat naik 1 persen.
"Anda saat ini memiliki permintaan dari para trader 'momentum'. Perihal harga ini akan terus menjadi perhatian dari pedagang global," ungkap Direktur Pelaksana RBC Wealth Management George Gero seperti dilansir Kitco, Senin (28/10/2019).
Selain adanya proyeksi penurunan suku bunga Federal Reserve, ancaman resesi global yang terlihat dari data ekonomi yang melemah juga membuat harga komoditas emas terus melonjak.
"Harga emas naik dari level USD 1.480 per ounce. Data ekonomi Amerika Serikat yang melemah semakin besar kemungkinan The Fed untuk menurunkan suku bunga," papar Ahli Strategi Komoditas TD Sekuritas Ryan McKay.
Di sisi lain, Presiden Blue Line Futures Bill Baruch menyebut kenaikan harga emas pada Jumat (25/10) merupakan hal yang secara teknis wajar terjadi.
"Pasar tak bisa turun lebih rendah lagi. Profil habis untuk downside dan beruang tak bisa berbuat apa-apa. Dalam jangka pendek, harga emas kami lihat masih berpotensi naik lagi," kata dia.
Sementara itu, Ahli Strategi Pasar Senioe RJO Futures Phillip Streible mengungkapkan data ekonomi AS yang melemah memang benar-benar memicu untuk The Fed kembali memangkas suku bunga.
"Kami sarankan untuk menjadi sedikit lebih defensif dalam portofolio Anda," ujarnya.
Selain itu dia bilang, saat ini, banyak yang mengincar emas di level USD 1.525 sebagai resistensi utama yang perlu ditembus oleh logam mulia untuk bergerak secara signifikan lebih tinggi lagi.
“Emas harus menembus di atas USD 1.525. Jika kita dapat menutup bulan mendekati USD 1.550, ekspektasi target akhir tahun senilai USD 1.600 bisa berubah," kata Streible.
No comments:
Post a Comment